Insiden Singkil Terjadi Karena Umat Kristiani Tidak Tepati Janji dan Aparat Tidak Tegas


Insiden dibakarnya bangunan yang selama ini dijadikan gereja tanpa izin, alias gereja ilegal, di Singkil, Aceh, dianggap sebagai ekses tidak ditepatinya perjanjian masyarakat setempat yang sudah dilakukan sejak tahun 1979 dan tidak tegasnya aparat keamanan di sana. Insiden yang terjadi di Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, disebabkan masyarakat marah karena umat Kristen di sana menjadikan banyak bangunan sebagai gereja, padahal semua itu menyalahi izin yang berlaku.
Pada tahun 1979, ada perjanjian dari umat Kristen jika mereka hanya akan membangun satu gereja dan empat undung-undung (gereja kecil). Namun kenyataannya, mereka ini malah membangun banyak gereja dan undung-undung, tanpa izin yang jelas, sehingga membuat masyarakat sekitar resah dan ironisnya aparat penegak hukum malah terkesan membiarkan selama bertahun-tahun.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah  Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, bentrok antar warga yang terjadi di Singkil disebabkan tidak ada penegakkan hukum yang tegas sejak awal.
“Kalau waktu itu rumah ibadah yang tak berizin ditertibkan, maka bentrok massa seperti ini tak akan terjadi,” katanya (13/10).
Ketidaktegasan aparat penegak hukum, kepolisian, pemda setempat, terang Dahnil, merupakan penyebab terjadinya insiden ini. “Saya yakin kalau penegak hukum dan pemda sejak awal tegas terhadap rumah ibadah tak berizin, maka tindakan anarkis tak akan terjadi.”
Pencegahan, ujar dia, sejak awal tidak dilakukan. Maka inilah yang terjadi. “Sepengetahuan saya, warga Aceh itu mempunyai toleransi yang tinggi. Kalau sampai itu terjadi, ini semua karena tidak tegasnya aparat sejak awal,” katanya.
Andai umat Kristen di Singkil mentaati perjanjian dan aparat penegak hukum di sana sungguh-sungguh bekerja sesuai aturan dan kewajibannya, maka insiden di Singkil kemarin tidak akan perlu terjadi. (ts)
Previous
Next Post »