Strategi Amerika di Suriah setelah Bom Paris




Dalam sebuah wawancara dengan Der Spiegel pada hari Kamis (19/11) kemarin, pembantu utama Presiden Obama, Ben Rhodes dengan nada angkuh menolak gagasan invasi “gaya-Afghanistan”, di mana Amerika mengerahkan pasukan darat secara masif untuk kemudian melakukan pendudukan secara terbuka di wilayah yang dikontrol oleh mujahidin di Suriah. Ia menjelaskan bahwa pengerahan pasukan darat seperti itu di Suriah akan sulit ke depannya untuk dipertahankan.

Sejumlah komentar Rhodes tersebut mengemuka saat harus menjawab pertanyaan. apakah serangan “Jumat Terkoordinasi” di Paris beberapa hari yang lalu akan mendorong dilakukannya invasi besar-besaran sebagaimana yang terjadi pasca serangan 11/9 di mana Amerika mengerahkan kekuatan penuh termasuk pasukan darat ke Afghanistan. Rhodes tetap bersikeras bahwa komunitas internasional tidak bisa “mengambil alih kepemilikan” atas negara Suriah.

Wawancara itu juga membahas kemungkinan NATO menggunakan pasal atau artikel ke-5 dalam piagam perjanjian mereka yang menyerukan pertahanan kolektif sebagai jalan untuk melibatkan seluruh negara anggotanya dalam perang melawan "terorisme" pasca serangan di Paris tersebut. Rhodes menjawab bahwa hal ini sepenuhnya tergantung pada Perancis untuk memutuskan apakah mereka ingin menempuh cara seperti itu.


Dalam kesempatan ini, Rhodes juga mengkonfirmasi terkait keputusan pemerintahan Obama sebelumnya yang memberikan otorisasi bagi pengerahan pasukan darat dalam jumlah kecil dan terbatas ke Suriah. Dengan bersikukuh, Rhodes menjelaskan bahwa pasukan tersebut tidak akan terlibat dalam pertempuran, dan pengerahan pasukan seperti itu bukan merupakan solusi jangka panjang terhadap perang melawan mujahidin. Anehnya, pejabat penting Gedung Putih itu juga tidak bisa menjelaskan secara spesifik misi apa sebetulnya yang diharapkan dari pengiriman “beberapa gelintir” pasukan darat Amerika ke Suriah.
Previous
Next Post »