Oleh: Alwi Alatas
BEBERAPA waktu lalu, tepatnya pada 25 Maret 2015, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara resmi mengeluarkan peraturan yang membolehkan polisi wanita untuk mengenakan jilbab (Republika, 25/3/2015). Kabar ini menggembirakan banyak pihak, terutama polisi Muslimah yang selama ini ingin menjalankan kewajibannya berjilbab tetapi terkendala oleh peraturan yang ada.
Kegembiraan itu tentu akan lebih sempurna jika hal yang sama juga diberlakukan di lingkungan TNI.
Panglima TNI sempat memberi lampu hijau, tetapi kemudian membatasinya hanya pada wilayah Aceh saja. Terlepas dari rasa kecewa terhadap keputusan itu, kita percaya bahwa ijin berjilbab secara keseluruhan di lingkungan TNI hanya tinggal masalah waktu saja.
Pakaian Muslimah yang menutup aurat merupakan hal yang wajib bagi seorang Muslimah. Hal itu telah disebutkan secara jelas di dalam al-Qur’an dan Sunnah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Aisyah ra. biasa berkata, “Ketika turun ayat ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya’ (QS 24: 31), (para Muslimah) memotong ujung-ujung kain mereka dan menutup kepala mereka dengannya.”(HR. Bukhari).
Jilbab dulunya bukan bagian dari pakaian perempuan Arab. Namun ketika turun perintah Allah untuk mengenakannya, maka jilbab pun menjadi bagian dari pakaian mereka dan pakaian kaum Muslimah di mana pun mereka berada.
Sebetulnya ada banyak alasan mengapa ijin berjilbab perlu diberikan kepada Muslimah yang berada di lingkungan TNI.
Pertama, ini merupakan tuntutan agama dan pelarangan terhadapnya dapat dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Kedua, sila pertama Pancasila memberi identitas kepada kita sebagai bangsa yang bertuhan dan beragama, dan karenanya keinginan kaum Muslimah untuk menjalankan agamanya perlu disokong.
Ketiga, kalangan santri memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap kemerdekaan dan pembangunanIndonesia. Tentu kurang adil jika mereka yang ingin berjilbab dalam menjalankan tugasnya mendapatkan halangan.
Keempat, jilbab sama sekali tidak bertentangan dengan sapta marga ataupun sumpah prajurit TNI. Bahkan hal ini sangat sesuai dengan delapan wajib TNI yang mengharuskan untuk “Menjunjung tinggi kehormatan wanita”, karena jilbab justru akan menambah kehormatan seorang wanita. Dan banyak lagi alasan yang bisa diberikan.
Bagaimanapun juga, kita memaklumi bahwa penerimaan jilbab oleh sebuah institusi besar seperti TNI bukannya hal yang mudah. Ini adalah sebuah lompatan sejarah yang penting. Perubahan semacam ini seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman. Namun perubahan yang positiftentu akan membawa pada perbaikan dan kebahagiaan.
Kurang lebih tiga dekade yang lalu, tuntutan berjilbab juga terjadi di kalangan para pelajar sekolah negeri. Ketika itu, aspirasi berjilbab masih dirasa agak asing, sehingga terjadi friksi di antara para pelajar dan guru-guru sekolah negeri.
Banyak pelajar yang ingin berjilbab terpaksa keluar dari sekolah karena terhalang oleh peraturan yang ada. Para pelajar ini kadang dicurigai telah terpengaruh oleh kelompok keagamaan yang menyimpang dan berbahaya bagi negara. Tapi hal itu tidak pernah terbukti. Sebenarnya, para pelajar tersebut hanya ingin menjalankan perintah Tuhannya dan menjadi manusia yang lebih baik.
Akhirnya, kementerian pendidikan mengakomodir apa yang menjadi hak para pelajar ini. Pada tahun 1991 keluar peraturan yang mengijinkan para pelajar untuk mengenakan seragam berjilbab. Sekarang ini boleh dikatakan tidak ada lagi masalah pelarangan jilbab di sekolah-sekolah negeri, justrusemakin banyak yang mengenakan jilbab secara sukarela.Sama sekali tidak ada masalah yang timbul karena seragam jilbab, baik itu berupa gangguan keamanan, penyimpangan paham keagamaan, ataupun hilangnya rasa cinta terhadap Tanah Air. Prestasi mereka juga tidak menurun karena jilbab.
Di luar sekolah, jilbab juga semakin luas diterima masyarakat. Banyak Muslimah Indonesia yang kini memutuskan untuk menutup aurat. Perilaku mereka biasanya menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Karena itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan keinginan polisi dan tentara Muslimah untuk berjilbab. Para pemimpin yang berlapang dada dan membuka jalan bagi pemenuhan hak anak buahnya dalam berjilbab tentu akan dikenang oleh sejarah dan akan mendapat catatan yang baik di sisi Tuhannya. Jika tidak begitu, makaresikonya di akhirat sangat besar.
Imam al-Ghazali, saat menasihati pemimpin lewat bukunya Nasihat al-Muluk, menulis, “Anda mesti paham bahwa dalam hal-hal yang berkenaan di antara diri Anda dan Tuhan maka ampunan kemungkinan besar akan didapatkan, tapi dalam apa pun yang melibatkan ketidakadilan terhadap manusia maka itu tidak akan lolos dari perhitungan di Hari Kebangkitan; bahayanya karena itu sangatlah besar.” Semoga kita terhindar darinya.
Akhirnya, terkait ijin jilbab, kita bersyukur Polri sudah melakukannya. Semoga TNI pun tak mau kalah dan segera menyempurnakannya.*
Penulis penulis buku-buku sejarah, pernah menulis buku Revolusi Jilbab
(Admin Hidcom,Hidayatullah.com – Berita Dunia Islam, Mengabarkan Kebenaran )
]]>
from Hidayatullah
from
via Pusat Media Islam
ConversionConversion EmoticonEmoticon