Pendapat Ulama Syafi’iyyah Tentang Muslim Merayakan Natal


Sebagian masyarakat muslim Indonesia belum mengetahui mengenai apa sebenarnya hukum mengucapkan selamat atau bahkan ikut merayakan hari raya Natal, ada yang bilang  kalau itu tak mengapa karena termasuk bentuk toleransi antar umat beragama. Ada juga yang bilang tak masalah karena bukan termasuk perkara kesyrikan, begini dan begitu.

Sebagai masyarakat Indonesia yang kebanyakan menggunakan fiqih madzhab Syafi’iyah, justru tak mengikuti ulama pendahulu mereka. Bahkan banyak ulama, mubaligh dan ustadz-ustadz di Indonesia yang justru membolehkan bahkan menganjurkan berpartisipasi dalam hari raya umat Kristen ini dengan alasan toleransi.

Oleh karena itu mari kita kembali melihat dan memahami pendapat para ulama Syafi,iyah tempo dulu dalam permasalahan ini. Asy-Syarbini –rahimahullah-, salah seorang ulama besar Madzhab Syafi’i mengatakan: “Dan diberi hukuman ta’zir (sesuai keputusan hakim), seorang yang mengikuti orang-orang kafir dalam merayakan hari raya mereka. Begitu pula orang yang memberikan ucapan selamat kepada seorang kafirdzimmi di hari rayanya” (Mughnil Muhtaj, Asy-Syarbini, 5/526).

Hal senada juga disebutkan dalam banyak kitab syafi’iyyah lainnya, diantaranya: Al-Iqna’ fi halli Alfazhi Abi Syuja’ (2/526), Asnal Matholib (4/162), Tuhfatul Muhtaj (9/181), Hasyiata Qolyubi wa Amiroh (4/206), Annajmul Wahhaj (9/244).

Bahkan lebih tegas lagi Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 982 H) –rahimahullah– mengatakan: “Kemudian aku lihat ada sebagian para imam kami yang muta’akhirin telah menyebutkan keterangan yang sesuai dengan apa yang telah kusebutkan, dia mengatakan:“Diantara bid’ah yang paling buruk adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya – hari raya mereka, dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi –shallallahu alaihi wasallam– telah bersabda: Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka‘.

Bahkan Ibnul Hajj mengatakan: ‘Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut’” (Fatawa Fiqhiyyah Kubra, Ibnu Hajar Al-Haitami, 4/239).
Previous
Next Post »