600 UU Indonesia Masih Warisan Kolonial, di Belanda Sudah 17 Kali Diubah



Meskipun sudah 70 tahun merdeka dari penjajahan, namun Republik Indonesia masih menggunakan sangat banyak undang-undang (UU) dan peraturan warisan Hindia Belanda.

“Penelitian tahun 1987 di Badan Pembinaan Hukum Nasional (mengungkap), lebih dari 600 –mulai dari– undang-undang sampai kepada peraturan pelaksanaannya, (adalah) warisan kolonial Belanda yang belum kita ganti,” ungkap Hakim Mahkamah Konstitusi Dr Wahiduddin Adams, SH MA.

Hal itu ia sampaikan sebagai pembicara dalam Halaqah Nasional “Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional” di Gedung Nusantara V DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Shafar 1437 H (10/12/2015).

Wahiduddin mencontohkan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berlaku di Indonesia saat ini masih memakai warisan Belanda.

“(Padahal) di Belanda sudah diubah 17 kali,” ungkapnya di depan ratusan peserta halaqah termasuk awak hidayatullah.com.

Ia menuturkan, pada masa awal kemerdekaan Indonesia 70 tahun lalu, Belanda mewarisi sangat banyak UU. Sehingga Indonesia hanya mampu merespon dengan aturan peralihan pada UU Dasar 1945.

Yang di situ, katanya, intinya hanya menyatakan bahwa UU warisan Belanda masih berlaku sepanjang belum diatur.

Ia menjelaskan, ada lima hukum dasar (basic laws) peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang belum bisa diganti oleh Pemerintah Indonesia. Yaitu KUHPer, KUH Acara Perdata (KUHAPer), KUHPidana, KUHAP, dan KUHDagang.

“Oleh sebab itu yang dilakukan adalah dengan modifikasi. Kita tidak mengubahnya atau menggantinya dengan kodifikasi,” ujarnya.

Bantu DPR

Saat ini, masih kata Wahiduddin, KUHP peninggalan Belanda sudah dan sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI dalam bentuk Revisi UU KUHP. “Setelah 34 tahun baru sampai di DPR dan mulai dibahas sejak periode yang lalu tapi sekarang dilanjutkan,” paparnya.

Adanya pembahasan itu, menurutnya, merupakan kesempatan untuk mentransformasikan nilai-nilai atau ketentuan-ketentuan hukum Islam ke dalam hukum nasional.

Ia menaksir, ada sekitar 766 pasal yang sedang dibahas dan bisa bertambah. Pembahasan itu tentu memerlukan pemikiran.

“Intinya adalah teman-teman di DPR itu dibantu, dibantu, Pak. Jangan hanya sekadar kita berikan ungkapan-ungkapan besar. Iringin, ikuti. Baik ketika pembahasan yang bersifat umum, di rapat kerjanya, rapat panjanya, di tim perumus-perumus, dibantu, Pak. Agar ini jalan,” pesannya bersemangat kepada para hadirin.

Sebab, menurutnya, anggota DPR memiliki keterbatasan. “Mereka punya tugas anggaran, juga tugas lainnya dari bidang legislasi,” pesannya didamping anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil.

sumber: hidayatullah.com
Previous
Next Post »