Doktor Jebolan Turki Ini Ragukan ISIS Dibalik Serangan Paris


Klaim Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) berada di balik serangkaian aksi teror yang mengguncang Paris, Perancis, pada Jumat lalu diragukan. Karena ISIS disangsikan bisa mudah masuk ke negara tersebut.
“ISIS tidak akan bisa bergerak semudah itu. Karena Perancis adalah negara  yang sangat digdaya di Eropa,” ungkap pengamat hubungan internasional Zarmansyah kepada Kantor Berita Politik RMOL (15/11).
Menurut dosen London School of Public Relations ini, Presiden Perancis Francois Hollande yang juga menyebut ISIS sebagai dalang dalam aksi teror tersebut hanya untuk menenangkan massa. “Ini untuk bisa menjawab pertanyaan publik saja, untuk menenangkan,” ungkap master jebolan Paris-Sorbonne University ini.
Dalam amatannya, teror tersebut tersebut murni persoalan homeland security Perancis, yang berpengaruh kepada peran intelijen sebagai mata dan telinga. “Kalaupun ISIS tidak akan bergerak tanpa adanya peluang dari dalam. Peluang dari dalam yang mentrigger,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, saat ini setidaknya ada empat persoalan di Perancis. Pertama, kesenjangan antara Paris Utara yang kaya dengan Paris Selatan yang miskin. “Wilayah miskin tidak jauh dari tempat keadian, yang semakin hari semakin besar,” ucapnya.
Kedua, persaingan antara kelompok politik. Yaitu, ultrakanan, konservatif, dan sosialis. Ketiga, polarisasi sikap masyarakat terkait independensi Uni Eropa terhadap Amerika Serikat.
Dia menambahkan, Perancis dan Jerman tidak mau Eropa berpihak kepada AS seperti waktu perang dingin. Karena itu Perancis negara yang paling terakhir menyatakan bergabung dalam aliansi dalam perang Irak tahun 2003.
Keempat, persoalan bagaimana keterlibatan Perancis di Suriah. Sebagaimana diketahui Rusia sudah terlibat mem-back-up rezim Assad.
“Konfigurasi dari semua persoalan ini kemudian men-trigger homeland security Perancis menjadi mandul sehingga terjadi tragedi berdarah yang sangat memalukan. Baru kali ini terjadi seperti ini dalam sejarang Perancis,” tandas doktor jebolan Ankara University, Turkey ini.(ts/RMOL)
Previous
Next Post »